OLIGOPOLI DAN KARTEL PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA: 1998-2001
DOI:
https://doi.org/10.34208/jba.v4i2.551Keywords:
Oligopoli, Kartel, Rasio konsentrasi, Struktur, Perilaku, KinerjaAbstract
Fenomena yang selalu terjadi berulang secara tahunan atas komoditi semen Indonesia adalah sering hilangnya produk ini di pasar yang disusul dengan naik harga. Kendatipun alasan klasik yang sering dikemukakan adalah karena pengaruh musim dan kenaikan biaya produksi akibat penyesuaian harga BBM dan listrik, namun tetap saja tersimoan suatu pertanyaan. Adakah suatu penyebab, yang sesungguhnya adalah akar dari persoalan tersebut? Dengan maksud untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini dilakukan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ekonomi Industri. Dengan menggunakan alat analisis Concentration Ratio (CR4) dan Indeks Linda, penelitian ini diarahkan untuk mengungkap tiga aspek utama dalam industri semen, yakni struktur (structure), perilaku (conduct), dan kinerja (performance). Sedangkan data yang digunakan adalah informasi tentang pangsa pasar perusahaan-perusahaan semen yang ada dalam pasar semen Indonesia dalam kurun waktu 1998-2001. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur pasar industri semen Indonesia bercorak oligopoli. Hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya perusahaan yang beroperasi dalam pasar sebagai pemain utama (5-7 perusahaan). Corak pasar yang demikian semakin nyata dengan temuan tingkat konsentrasi empat perusahaan dengan pangsa terbesar (CR4) yang berkisar antara 75-85 persen. Mencermati perkembangan jumlah perusahaan yang beroperasi sebagai pemain utama dan angka rasio konsentrasi, ditemukan pula bahwa tingkat persaingan dalam pasar industri ini semakintidak kompetitif. Struktur pasar seperti dijelaskan di atas pada kenyataannya telah mendorong perusahaan-perusahaan semen untuk melakukan kartel di antara mereka melalui Asosiasi Semen Indonesia (ASI). Dengan kartel ini selanjutnya mereka melakukan pengaturan tingkat produksi dan pada gilirannya hal yang sama dilakukan pula terhadap harga. Maka tak mengherankan jika harga semen selalu meningkat meskipun penetapan harga ini ditentukan oleh pemerintah. Disisi lain, kenaikan harga ini juga dipicu oleh tingkat produksi perusahaan semen yang masih di bawah kapasitas produksinya. Struktur, perilaku dan kinerja pasar industri semen seperti di atas pada kenyataanya juga telah menjadi hambatan masuk (barrier to entry) bagi calon-calon perusahaan semen baru untuk beroperasi ke dalam pasar semen Indonesia.